Aku salut pada orang-orang yang kesabarannya luas banget
dan bisa untuk tidak mengekspresikan marah atau kesal secara serampangan.
Mungkin pertanyaanku hanya satu untuk orang-orang macam ini; how come? Kuk bisa sih???
Setidaknya ada beberapa teman yang terekam di dalam
ingatanku, sebagai orang yang hampir dan bahkan tidak pernah terlihat marah
sedikit pun. Yeye dan Sofyan misalnya, dua orang teman yang selalu membawa aura
positif. Selalu senyum, senyum, senyum, senyum, dan sabaaaaaaaaar. Sabar adalah
nama tengah mereka.
Berbeda denganku, aku bahkan tidak bisa untuk tidak
menyalurkan rasa marah atau pun kesal. Haha memangnya cuma bakat aja yang bisa
disalurkan? (Nabi Muhammad Saw. pasti sedih membaca ini huhu). Nasihat nabi
bilang bahwa “orang yang kuat bukanlah orang yang dst dst dst). Udahlah Eka
lemah udaaah.
Aku mengakui bahwa diriku sendiri memang susah untuk
menahan kesal. Bahkan tidak bisa untuk hanya sekadar “haha santae ajaaa. Aku
kan beriman, nahan marah doang mah gampiiiil” atau kalimat “kuy sakiti aku
dooong” dan “yaelah segitu doang sih santuuuuy”. Enggak, aku bukan golongan
manusia yang sesantuy itu. Pernah beberapa kali aku berpesan pada diriku untuk
“apa pun yang terjadi, aku akan tetap senang”. Mungkin setelah pernyataanku
itu, Tuhan tertawa dan bilang “haha lau pikir semuanya akan baik-baik aja dan
nggak ada ujian hah?”. Dan ya, Tuhan memberikan ujian. Aku merasa selalu gagal
terhadap ujian Tuhan di bab menahan marah ini.
Dalam menyalurkan dan mengekspresikan kemarahan atau pun
kemusuhan, ada beberapa alternatif yang ku pilih. Di antaranya adalah dengan menggali
sumur
dan memanjat gedung. Hehe nggak deng, salah, nggak
gitu dong. Salah satu di antaranya adalah dengan berdoa
yang buruk-buruk lah, tentu saja. Aku merasa lega ketika sedang kesal lalu
kemudian cerita ke Tuhan dan diiringi dengan mendoakan yang buruk-buruk
terhadap orang yang menyakitiku.
Tidak pernah memilih untuk mamarahi balik karena tidak
berani. Pernah suatu ketika dibuat kesal oleh seorang teman lalu aku marahin
dia. Aku luapin semuanya dan berakhir dengan penyesalanku karena dia
menyampaikan “maafin aku ya, Eka”. Ya Allah, sumpah abis itu nyesel banget.
Orang-orang yang sabar dan santuy ini memang jarang
ditemui, tapi ada. Mungkin kita ingat salah satu tokoh dalam novelnya Sabda
Armandio yang berjudul “Kamu: Cerita yang Tidak Perlu Dipercaya”. Di mana novel
ini mengkritik keadaan sosial yang sangat dekat dengan kehidupan. Salah satu
tokoh yang bernama “Kamu” diceritakan sebagai
orang yang nrimo ing pandum atau
seloooow. Ini terlihat saat si tokoh memiliki pacar kemudian si pacar selingkuh
dan hamil, lalu respons Kamu hanya sebatas
“oh kamu hamil, yaudah kalau gitu”. Berkata demikian dan melanjutkan kehidupan
seperti biasanya seolah tidak terjadi apa-apa. Sungguh penggambaran tokoh yang apik
dan agak susah ditemui di kehidupan nyata.
Orang selanjutnya yang baru-baru ini ku temui adalah
rekan kerjaku. Namanya Mawar. Hehe bukan deng. Sebut saja X. X ini dikenal sebagai orang yang
ramah dan tidak pernah marah (setidaknya dalam pandangan subjektifku). Beberapa kali aku menghujaninya dengan pernyataan “X,
marah dong sekali-kali” dan hanya dijawab dengan “hehe”. Udah. Selesai. Pernah juga
suatu ketika aku dan beberapa teman yang lain sedang kesal-kesalnya karena
sesuatu hal terjadi, lalu teman yang lain nyeletuk “emang si X dong yang bisa
santuy”. Dan ya, aku mengamini hal itu.
Si X ini auranya memang positif banget cooooooy. Hadeeeeh sampe
heran, nih si X apa jangan-jangan punya akun alter untuk ngata-ngatain orang
lain? (Eka dalam episode heran dan penasaran)
Saking positifnya dia, aku pun ketika sedang kesal lalu kemudian
ketemu dia, eh nggak jadi kesal. Atau mungkin (mungkin loh ya) si X ini pernah
kesal tapi tidak ditunjukkan pada siapa pun. Sepertinya yang tahu hanya dia dan
Allah aja sih. Hampir tidak pernah juga ngomongin orang lain. Nih ya, kalau
kalian ketemu dengan X, lalu kalian nyakitin dia, bukan kalian yang minta maaf
tapi si X. Pokoknya kalau di tata surya ini ada sesuatu yang tidak berjalan
dengan semestinya, maka si X akan minta maaf padahal yang bikin kesalahan bukan
dia.
Ada satu kalimat dia yang ku ingat namun maknanya masih
gantung; “kita ikuti aja maunya apa, abis itu nggak usah dipikirin”. Sebuah nasihat
yang dia sampaikan sebagai benteng diri dari orang-orang yang membuat kesal.
Jiah benteng, dikira program tivi apa gimana?
Sampai sekarang aku masih penasaran bagaimana cara
menyampaikan marah tapi nggak kelihatan
lagi sedang marah. Beberapa orang memilih alternatif untuk mengekspresikan
marah dengan menekuni hobi, makan makanan yang disukai, cerita kepada rekannya,
menanam palawija, menghitung bintang di angkasa serta menjadi Kades di Desa
Konoha. Cukup menghabiskan tenaga juga sih, apalagi alternatif yang terakhir
huhu. Aku pikir mungkin akan hemat tenaga ketika kita kesal terhadap seseorang
kemudian tubuh kita secara reflek mengeluarkan bau tidak sedap seperti yang
dilakukan walang sangit dan bunga bangkai untuk melindungi diri. Atau mungkin
bisa juga dengan cara mengeluarkan rasa asam seperti belimbing wuluh. Hah
apansih???
Jadi nanti gambarannya kurang lebih seperti ini:
Seseorang menyakiti atau membuatmu kesal. Otak merespons.
Lalu kamu istighfar. Kemudian badan kamu mengeluarkan bau tidak sedap yang
akhirnya membuat orang yang telah menyakitimu peka, minta maaf dan tidak
mengulanginya lagi. Sungguh lebih efektif, bukan? Hahaha :(
Comments
Post a Comment