Skip to main content

Nikmatnya Menunda Skripsian

Bagi beberapa orang, lulus kuliah (tepat waktu) menjadi sebuah target tahunan yang harus dibayar lunas. Tahun ini aku berhasil melunasi salah satu target tahunan itu (yang mana target tahun kemarin dan kemarinnya lagi wk) dengan masa studi hanya dua tahun (lebih dua puluh sembilan bulan). Sebenarnya sedikit kecewa dengan diriku sendiri karena kelulusan yang hanya dua tahun (lebih dua puluh sembilan bulan) tersebut termasuk ngaret puooool.

Banyak hal yang menyebabkan skripsi tak kunjung selesai seperti menunda, menunda, menunda, dan menunda. Aku heran padahal di jurusanku tidak pernah mewajibkan mahasiswanya untuk ikut program Keluarga Berencana (???) tapi mengapa aku senang menunda. Ada hal lain yang juga termasuk dalam penyebab tak kunjung selesainya sebuah skripsi, seperti: sering ganti judul, jarang bimbingan, diPHP informan, alamat palsu dan melonjaknya harga bawang putih menjelang bulan Ramadan.

Namun dari sekian penyebab-penyebab tersebut, menurutku menunda mengerjakan skripsi memiliki persentase paling tinggi. Dalam hal menunda-nunda mengerjakan skripsi ini, seorang dosen pernah mengunggah sebuah WhatsApp story yang berbunyi “skripsi yang tidak pernah dikerjakan, tidak akan pernah disidangkan”. Mangstap sekaleeeeeee.

Aku pun termasuk orang yang pernah menunda mengerjakan skripsi. Ini dikarenakan saat itu aku tiba-tiba memiliki hobi baru. Buat teman-teman yang pernah berada di fase mengerjakan skripsi, pasti paham betul bahwa skripsian itu terkadang membosankan. Dari rasa bosan itu akhirnya muncullah gagasan untuk membentuk negara baru  menekuni hobi lama atau mencari hobi baru. Saat itu entah mengapa tiba-tiba saja aku memilih untuk menonton film, kemudian drama. Nonton drama, astaghfirullaaaah benar-benar keputusan yang tidak masuk akal. Sejujurnya, aku tidak pernah berani untuk menonton drama jika tidak sedang berada di waktu yang sangat luang. Dalam hematku, menonton drama adalah candu dari segala candu, dan tentunya sangat menyita waktu, SMHSMHSMH.

Nah buat kalian yang sedang menyelesaikan skripsi, jangan sekali-kali berpikiran untuk nonton drama sebagai penghilang rasa bosan, karena CANDU BANGET COY. Episode pertama akan meninggalkan kesan tertarik, penasaran, kemudian suka, cinta, lalu ditinggal. Eh gimana gimana? Episode pertama akan meninggalakan kesan tertarik. Kemudian episode selanjutnya membuat penasaran, lalu inginkan tambah episode, lagi dan lagi. Nah daripada memilih mereduksi rasa bosan dengan menonton drama, alangkah baiknya jika digunakan untuk membantu mengerjakan skripsi milik teman, bukan? Mantap. 

Tapi kan bisa juga mengerjakan skripsi sambil menonton drama kak?? Iya memang benar, brother wa sister yang budiman bahwa mengerjakan skripsi bisa dikerjakan sambil menonton drama. Tidak hanya sambil menonton drama loh, bisa juga sambil jualan minyak wangi (seperti yang pernah disarankan oleh dosbingku), sambil jualan cilok (saran dari dosbingku juga), atau menjadi relawan di negara konflik juga bisa banget, karena alangkah baiknya apabila urusan dunia ini (skripsian) diimbangi dengan urusan akhirat. Masya Allah tabarakallah..

Menunda skripsi memang zona zaman yang sangat amat amat nyaman. Sampai akhirnya aku menyadari bahwa tidak semua kenyamanan membuat kita nyaman (aku, bukan kita). Mungkin orang–orang bisa saja beralasan “enggak apa-apa kuliah sekian semester dst”. Tapi kan masalahnya kuliahku masih dibiayai orang tua, sehinggaaa?? Ya kalau bayar sendiri sih, sah-sah saja.

Dalam hal menunda skripsian ini, seorang sahabat pernah menanyakan “Memangnya mau skripsian sampai semester berapa?” sebuah pertanyaan yang masih terngiang-ngiang sampai sekarang heu.

Memang benar menunda adalah kenikmatan yang HQQ. Menunda skripsian adalah zona nyaman. Zona nyaman yang akan membawa melupakan segala hal yang membuatmu tertekan. Sampai akhirnya juga yang akan mengangkatmu lalu sekaligus membanting dan menghempaskanmu ke dalam sebwa rasa tidak aman. Shedaaaaapp.

Comments

Popular posts from this blog

Tamu 9 Jam

Mereka telah tiba di depan kos putri berwarna hijau toska. Di depannya dihiasi pagar dengan warna senada. Bangunan itu masih terlihat berduka. Oman mematikan mesin motornya dan memandangi wajah kekasihnya, Lail, yang sudah turun lebih dulu. Ia sengaja hanya memakirkan motornya di depan gerbang kos karena harus segera pulang. Sebelum Lail masuk ke dalam kos, seperti biasa, Oman membekalinya dengan berbagai janji-janji manis yang berakhir membusuk. Tetapi meski pun demikian, Lail tetap sangat mencintainya. Sudah hampir sembilan bulan ini Lail sedang menjalani program magang menjadi budak cinta. “Makasih ya babs buat hari ini, buat sharing buku yang sangat mengesankan. Walau pun kamu pengangguran, rasa cintaku ke kamu tetap berhamburan hehe”. Rona pipi Lail mulai memerah seperti punggung Angling Dharma setelah dikerokin. “Ngomong apa sih kok kayak orang tolol?” balas Oman pada sang kekasih. Lail melangkahkan kakinya memasuki kos. Sementara Oman menyalakan motornya kemudian pu

Ras

Ada dua kemungkinan yang akan kita temui dalam hidup: negasi dan konfirmasi. Dari dua kemungkinan itu kita dapat memilih antara ya dan tidak, semisal menyenangkan dan tidak menyenangkan. Bertemu dengan orang baru merupakan hal yang menyenangkan, setidaknya begitulah kata seorang teman. Seorang teman yang lain pernah mengatakan juga bahwa bertemu dengan orang baru hanya akan menambah daftar orang yang akan membencinya. Tentu saja ini menjadi negasi dari hal yang menyenangkan ketika bertemu dengan orang baru. Dari pernyataan kedua temanku tadi, doaku ketika bertemu dengan orang baru tidak pernah berubah: “Ya Allah, semoga dia bukan orang selanjutnya yang akan aku benci hingga hari pembalasan”. Aku setuju pada salah satu dari pernyataan temanku tadi: bertemu dengan orang baru merupakan hal yang menyenangkan (tentunya ini akan terwujud apabila syarat-syaratnya telah dibayar lunas). Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah. Jika kita mengupas kulit terluar bawang, mak

Matahari yang Bangun Tidur Kesorean

Minggu, akhir pekan yang selalu dinanti-nanti oleh sebagian orang untuk merebahkan badan setelah melakukan rutinitas padat selama satu pekan. Tidak hanya orang-orang yang ingin beristirahat dari kesibukan, namun matahari di langit desaku pun juga. Matahari yang setiap hari menjadi perbincangan ibu-ibu, kini tak menampakkan teriknya sejak tadi pagi. Mungkin matahari lelah atau tadi malam bergadang panjang sehingga belum bangun dan malu untuk memperlihatkan diri. “Jam segini baru bangun??” tentunya matahari tak ingin mendapatkan pertanyaan itu dari ibu-ibu di desaku. Sejuk udara di hari Minggu ini, membuat adikku berulang kali mengatakan bahwa udaranya terasa sangat segar. “Mbak udaranya segar sekali ya” kalimat yang diucapkkan adikku sebagai pujian hari libur kali ini. Dia mengucapkan kalimat itu sekali lagi, lagi, dan lagi hingga rasanya aku ingin men-silent adikku. Namun kuurungkan niat itu mengingat memang begitulah ujian di bulan puasa. Aku duduk di halaman samping rumah