Skip to main content

Warna-warni Pendaftaran Wisuda

Aku dan sobat piscesku, Wiwik akhirnya sampai pada tahap  wisuda pusat/institut. Setelah dari pagi sibuk kesana kemari urus-urus ini itu, alhamdulillah nyampe juga nih kaki nginjekin di lantai rektorat buat daftar wisuda.

Sepanjang jalan, aku dan sobat piscesku ini hanya solawatan dan berdzikir. Masya Allaaaah. Lagian kan kepada siapa lagi kami ini mencari backingan selain kepada Allah, asik.

Seperti sebelumnya-sebelumnya juga, aku bertemu dengan jamaah KPI'14 namun dengan jumlah anggota lebih sedikit; Rahma, Salim, Simbah, Jul, Yogi, dan Adji. Mungkin dalam waktu dekat mereka akan membuat grup apalah-apalah. Aku heran, kenapa di mana-mana ada mereka? Lalu kami pun menggelar aqiqahan di depan subbag akademik pusat. Hehe ngga deng. Kami pun sharing-sharing sembari menunggu nomor antrian.

Dalam hematku, alur pendaftaran wisuda ini seperti layaknya kita menyelesaikan sebuah game/misi. Nah, jika kita sudah sampai pada tahap pendaftaran wisuda institut, berarti sudah pada level paling akhir. Aziiiiiiik. Lalu apakah akan berjalan mulus begitu saja? Otentu saja tidak, pemuda.

Seperti pada level-level sebelumnya yang penuh tantangan, pada tahap ini kita juga (insya Allah) akan menemui tantangan. Nah untuk menyelesaikan misi ini agar menjadi sempurna maka kita harus menjadi bagian dari Andra and The Backbone, sempurnaaaaa. Hehe ngga deng. Untuk menyelesaikan misi ini, kita harus hadapi semua kemungkinan pahit yang akan terjadi wqwqwqwq. Ingat, diselesaiin! Jangan buru-buru nangis apalagi menggulung diri, kamu bukan trenggiling.

Biasanya juga, petugas subbag akademik akan memberikan solusi dan alternatif ketika ada pendaftar yang menemui kesulitan. Misal saja yang terjadi pada sobat piscesku, Wiwik. Setelah menceritakan permasalahannya pada petugas pendaftaran, petugas pun memberikan berbagai solusi.

Untuk cerita detail tentang sobat piscesku ini, akan aku ceritakan di lain waktu. Hehehe

Comments

Popular posts from this blog

Tamu 9 Jam

Mereka telah tiba di depan kos putri berwarna hijau toska. Di depannya dihiasi pagar dengan warna senada. Bangunan itu masih terlihat berduka. Oman mematikan mesin motornya dan memandangi wajah kekasihnya, Lail, yang sudah turun lebih dulu. Ia sengaja hanya memakirkan motornya di depan gerbang kos karena harus segera pulang. Sebelum Lail masuk ke dalam kos, seperti biasa, Oman membekalinya dengan berbagai janji-janji manis yang berakhir membusuk. Tetapi meski pun demikian, Lail tetap sangat mencintainya. Sudah hampir sembilan bulan ini Lail sedang menjalani program magang menjadi budak cinta. “Makasih ya babs buat hari ini, buat sharing buku yang sangat mengesankan. Walau pun kamu pengangguran, rasa cintaku ke kamu tetap berhamburan hehe”. Rona pipi Lail mulai memerah seperti punggung Angling Dharma setelah dikerokin. “Ngomong apa sih kok kayak orang tolol?” balas Oman pada sang kekasih. Lail melangkahkan kakinya memasuki kos. Sementara Oman menyalakan motornya kemudian pu

Ras

Ada dua kemungkinan yang akan kita temui dalam hidup: negasi dan konfirmasi. Dari dua kemungkinan itu kita dapat memilih antara ya dan tidak, semisal menyenangkan dan tidak menyenangkan. Bertemu dengan orang baru merupakan hal yang menyenangkan, setidaknya begitulah kata seorang teman. Seorang teman yang lain pernah mengatakan juga bahwa bertemu dengan orang baru hanya akan menambah daftar orang yang akan membencinya. Tentu saja ini menjadi negasi dari hal yang menyenangkan ketika bertemu dengan orang baru. Dari pernyataan kedua temanku tadi, doaku ketika bertemu dengan orang baru tidak pernah berubah: “Ya Allah, semoga dia bukan orang selanjutnya yang akan aku benci hingga hari pembalasan”. Aku setuju pada salah satu dari pernyataan temanku tadi: bertemu dengan orang baru merupakan hal yang menyenangkan (tentunya ini akan terwujud apabila syarat-syaratnya telah dibayar lunas). Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah. Jika kita mengupas kulit terluar bawang, mak

Matahari yang Bangun Tidur Kesorean

Minggu, akhir pekan yang selalu dinanti-nanti oleh sebagian orang untuk merebahkan badan setelah melakukan rutinitas padat selama satu pekan. Tidak hanya orang-orang yang ingin beristirahat dari kesibukan, namun matahari di langit desaku pun juga. Matahari yang setiap hari menjadi perbincangan ibu-ibu, kini tak menampakkan teriknya sejak tadi pagi. Mungkin matahari lelah atau tadi malam bergadang panjang sehingga belum bangun dan malu untuk memperlihatkan diri. “Jam segini baru bangun??” tentunya matahari tak ingin mendapatkan pertanyaan itu dari ibu-ibu di desaku. Sejuk udara di hari Minggu ini, membuat adikku berulang kali mengatakan bahwa udaranya terasa sangat segar. “Mbak udaranya segar sekali ya” kalimat yang diucapkkan adikku sebagai pujian hari libur kali ini. Dia mengucapkan kalimat itu sekali lagi, lagi, dan lagi hingga rasanya aku ingin men-silent adikku. Namun kuurungkan niat itu mengingat memang begitulah ujian di bulan puasa. Aku duduk di halaman samping rumah